Sabtu, 16 Juni 2012

Teori Pusat Berganda


TEORI PUSAT BERGANDA
(MULTIPLE NUCLEI ZONE TEORY)

Teori Pusat Berganda (Multiple Nuclei Zone Teory) menurut R.D. McKenzie menerangkan bahwa kota meliputi: pusat kota, kawasan kegiatan  ekonomi, kawasan hunian, dan pusat lainnya. Pola ini umumnya berlaku untuk kota-kota yang agak besar
Teori Pusat Berganda (Harris dan Ullman,1945) menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu “growing points”. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49). Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
Multi-Nuclei Teori, dalam ilmu sosial, sebuah model perkotaan di lahan yang tumbuh dari beberapa kota mandiri poin dibandingkan dari satu pusat bisnis. Setiap titik yang bertindak sebagai pusat pertumbuhan untuk suatu jenis pemanfaatan lahan, seperti industri, ritel, atau berkualitas tinggi perumahan. Karena memperluas, mereka bergabung untuk membentuk satu wilayah kota. Berbagai-nuclei adalah yang paling rumit di kota-tanah menggunakan model dan satu-satunya yang memberikan beberapa informasi tentang perkembangan kota-kota di negara berkembang.
Nuclei beberapa model yang merupakan model ekologis melahirkan oleh Chauncy Harris dan Edward Ullman di 1945 artikel "The Nature of Cities." Model menjelaskan tata letak kota. Ia mencatat bahwa sementara kota mungkin telah dimulai dengan pusat bisnis, industri serupa dengan tanah-biasa digunakan dan keuangan persyaratan yang didirikan di dekat satu sama lain. Kelompok ini sangat mempengaruhi langsung lingkungan. Hotel dan restoran di sekitar bandar udara musim semi, misalnya. Jumlah dan jenis nuclei menandai pertumbuhan kota.
Teori dibentuk berdasarkan gagasan bahwa ada orang yang lebih besar akibat peningkatan gerakan kepemilikan mobil. Meningkatkan gerakan ini memungkinkan untuk spesialisasi daerah pusat (misalnya, industri berat, bisnis taman). Perkotaan adalah struktur pengaturan penggunaan tanah di perkotaan. Sociologists, ekonom, dan geographers telah mengembangkan beberapa model, di mana menjelaskan berbagai jenis usaha dan masyarakat cenderung ada di dalam perkotaan pengaturan. Tiga model yang dijelaskan dalam artikel ini. Struktur perkotaan juga dapat merujuk pada struktur tata ruang perkotaan, yang kekhawatiran pengaturan dari ruang publik dan swasta di kota-kota dan sudut konektivitas dan aksesibilitas.
Geographers CD Harris dan EL Ullman mengembangkan beberapa nuclei model 1945. Menurut model ini, sebuah kota yang berisi lebih dari satu pusat kegiatan sekitar yang berputar. Beberapa kegiatan yang tertarik ke node tertentu sementara yang lain mencoba untuk menghindari mereka. Misalnya, sebuah universitas node Mei menarik penduduk berpendidikan baik, pizzerias, dan toko buku, sedangkan yang menarik bandara Mei hotel dan gudang. Bertentangan lahan kegiatan akan menghindari kekelompokan di wilayah yang sama, menjelaskan mengapa industri berat dan tinggi pendapatan perumahan jarang ada di lingkungan yang sama.
Struktur kota yang seperti sangat jelas terlihat pada kota-kota raksasa seperti kota megapolis atau kanurbasi yang merupakan gabungan kota-kota besar. Struktur ruang kota menurut teori inti berganda adalah sebagai berikut:
Keterangan:
1.     Pusat kota atau Central busness Distrik (CBD)
2.    Kawasan niaga dan industry pangan
3.    Kawasan murbawisma, tempat tinggal berkualitas rendah
4.    Kawasan madyawisma, tempat tinggal berkualitas menengah
5.    Kawasan adiwisma, tempat tinggal berkualitas tinggi
6.    Pusat industry berat
7.    Pusat niaga perbelanjaan di pinggiran
8.    Upkota, untuk kawasan masyawisma dan adiwisma
9.    Upakota (suburb) kawasan industri
Model diatas menunjukkan bahwa kota-kota besar akan mempunyai sruktur yang terbentuk atas sel-sel (cellular sructure) dimana penggunaan lahan yang berbeda-beda akan berkembang di sekitar titik-titik pertumbuhan (growing points) atau “nuclei” di dalam daerah perkotaan. Gambar diatas mengisyaratkan adanya beberapa kesamaan antara teori konsentris dan sector.
Butir pertama adalah pada “setting” CBD yang relative memang terletak di tengah sel-sel yang lain karena berfungsi sebagai salah satu “growing Points”. Butir kedua mengenai perbatasan zone, 1, 2, 3, 4, 5 yang masing-masing berbatasan langsung dalam arti bahwa zona 1 berbatasan langsung dengan zona 2, zona 2 berbatasan langsung dengan zona 3, dan seterusnya. Butir 3 mengungkapkan adanya “distandecay principle” juga walau pada teori sector hal ini sangat samar-samar namun pada teori pusat kegiatan ganda ide ini nampak lagi walau tidak sejelas pada teori konsentris. Butir 4 adalah keberadaan “zona permukiman kelas rendah yang selalu berasosiasi dengan lokasi  “wholesale light manufacturing”. Ketersediaan lapangan pekerjaan, akomodasi yang murah kiranya mengarahkan terciptanya asosiasi ini.
Sementara itu beberapa perbedaan memang dapat terlihat. Butir pertama menyangkut lokasi CBD juga. Kalau dalam teori konsentris CBD betul terletak di tengah kota secara sempurna dalam artian jarak dari batas terluar kota relative sama, namun teori sector dan kegiatan ganda tidaklah demikian. Butir kedua menyangkut jumlah CBD sebagai “growing point”. Dalam teori sector dan konsentris terdapat satu CBD (unicentered theories), tetapi dalam teori pusat kegiatan ganda terdapat lebih dari satu business district. Butir ketiga berhubungan dengan persebaran keruangannya. Dalam teori konsentris tercipta model konsentris sempurna, dalam teori sektoral bersifat sectoral dan modifikasi konsentris sedang sifat konsentris pada teori kegiatan berganda nampak samar, tetapi bersifat “cellular”.
Berikut penjelasan mengenai masing-masing zona dalam teori pusat kegiatan berganda :

·         Zona 1: Central Business District
Seperti halnya teori konsentris dan sector, zona ini berupa pusat kota yang menampung sebagian besar kegiatan kota. Zona ini berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat district spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, theater dan lain-lain.

·         Zona 2: Wholesale Light Manufacturing
Oleh karena keberadaan fungsi sangat membutuhkan jasa angkutan besar maka fungsi ini banyak mengelompok sepanjang jalan kereta api dan dekat dengan CBD. Zona ini tidak berada di sekeliling zona 1 tetapai hanta berdekatan saja. Sebagaimana “wholesale”, “Light manufacturing” yaitu: transportasi yang baik, ruang yang memadai, dekat dengan pasar dan tenaga kerja.

·         Zona 3: Daerah Permukiman Kelas Rendah
Permukiman memang membutuhkan persyaratan khusus. Dalam hal ini ada persaingan mendapatkan lokais yang nyaman antara golongan berpenghasilan tinggi dengan golongan yang berpenghasilan rendah. Hasilnya sudah dapat diramalkan bahwa golongan tinggi akan mendapatkan daerah yang nyaman dan golongan rendah akan memperoleh daerah yang kurang baik. Zona ini mencerminkan daerah yang kurang baik untuk permukiman sehingga penghuninya umumnya dari golongan rendah dan permukimannya juga relative lebih jelek dari zona 4. Zona ini dekatdengan pabrik-pabrik, kalan kereta api dan drainase jelek.

·         Zona 4: Daerah Permukiman Kelas Menengah
Zona ini tergolong lebih baik dari pada zona 3 baik dari segi fisik maupun penyediaan fasilitas kehidupannya. Penduduk yang tinggal disini pada umumnya mempunyai penghasilan lebih tinggi dari pada penduduk zona3.
·         Zona 5: Daerah Permukiman Kelas Tinggi
Zona ini mempunyai kondisi paling baik untuk permukiman dalam artian fisik maupun penyedian fasilitas. Lingkungan alamnya pun menjajikan kehidupan yang tenteram, aman, sehat dan menyenangkan. Hanya golongan penduduk yang berpenghasilan tinggi yang mampu memiliki lahan dan rumah disini. Lokasinya relatife jauh dari CBD, industry berat dan ringan, namun untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari didekatnya dibangun Business District baru yang fungsinya tidak kalah dengan CBD. Pusat-pusat baru seperti kampus, pusat rekreasi, taman-taman sangat menarik perkembangan permukiman menengah dan tinggi.

·         Zona 6: Heavy Manufacturing
Zona ini merupakan konsentrasi pabrik-pabrik besar. Berdekatan dengan zona ini biasanya mengalami berbagai permasalahan lingkungan seperti pencemaran udara, kebisingan, kesemerawutan lalu lintas dan sebagainya, sehinnga untuk kenyamanan tempat tinggal tidak baik, namun di daerah ini terdapat berbagai lapangan pekerjaan yang banyak. Adalah wajar apabila kelompok penduduk perpenghasilan rendah bertempat tinggal dekat dengan zona ini.

·         Zona 7: Business District Lainnya
Zona ini muncul untuk memenuhi kebutuhan penduduk zona 4 dan5 dan sekaligus akan menarik fungsi-fungsi lain untuk berada di dekatnya. Sebagai salah satu pusat (nuclei) zona ini akan menciptakan suatu pola tata ruang yang berbeda pula, sehingga tidak mungkin terciptanya pola konsentris, tetapi membentuk sebaran “cellular” lagi sesuai dengan karakteristik masing-masing.

·         Zona 8: Zona Tempat Tinggal Di Daerah Pinggiran
Zona ini membentuk komunitas tersendiri dalam artian lokasinya. Penduduk disini sebagian besar bekerja di pusat-pusat kota dan zona ini semata-mata digunakan untuk tempat tinggal. Walaupun demikian makin lama akan makin berkembang dan menarik fungsi lain juga, seperti pusat perbelanjaan, perkantoran dan lain-lain. Proses perkembangannya akan serupa dengan kota lama.

·         Zona: 9 Zona Industri Di Daerah Pinggiran
Sebagaiman perkembangan industry-industri lainnya unsure transportasi selalu persyaratan untuk hidupnya fungsi ini. Walaupun terletak di daerah pinggiran zona ini di jangkau jalur transportasi yang memadai. Sebagai salah satu pusat (nuclei) pada perkembangan selanjutnya dapat menciptakan pola-pola persebaran keruangannya sendiri dengan proses serupa.


Makalah PPW


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Wilayah Indonesia yang luas dan berbentuk kepulauan dengan sumberdaya yang tersebar di berbagai lokasi, merupakan modal yang berharga bagi pembangunan nasional, terutama pembangunan regional di kawasan ini. Yang menjadi hambatan dalam mengefektifkan sumber daya-sumber daya tadi bagi pembangunan, yaitu belum dimilikinya prasarana dan sarana transportasi serta komunikasi yang menunjang dan memperlancar pelaksanaan pembangunan tersebut. Hambatan itu diperkuat oleh rintangan alam berupa hutan, morfologi dan barangkali juga laut. Oleh karena itu, pembangunan di sektor ini merupakan hal yang wajar yang wajib diprioritaskan. Untuk menembus rintangan berbagai isolasi regional, jalan dalam arti yang luas dengan segala sarananya merupakan tuntutan bagi kelancaran dan keberhasilan pembangunan. Jalan merupakan prasarana mobilitas dan interaksi keruangan yang menunjang stabilitas kehidupan masyarakat yang mendukung realisasi keberhasilan pembangunan.
Selanjutnya, ditinjau dari rencana lokasi berbagai projek dan sektor pembangunan, jalan yang telah dikemukakan tadi, juga menjadi tuntutan dasar yang wajar. Perhitungan biaya pembangunan, kesinambungan hasil pembangunan dengan penyebaran dan pemerataannya, sangat dipengaruhi oleh faktor prasarana yang dikonsepkan sebagai jalan. Oleh karena itu, analisis keruangan berkanaan dengan jalan ini akan menjadi salah satu pokok pembahasan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah hubungan jalan terhadap kemajuan sebuah kota?
2.      Seperti apakah lokasi yang memiliki potensi besar untuk pembangunan?
3.      Seperti apakah bentuk-bentuk atau model jalan yang ada di Indonesia?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui hubungan jalan terhadap kemajuan sebuah kota
2.      Untuk mengetahui lokasi yang memiliki potensi besar untuk pembangunan
3.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk jalan yang ada di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Jalan sebagai tuntutan dasar pembangunan
Untuk mengetahui bagaimana jaringan konektivitas termasuk cara mengukurnya, kita dapat menerapkan “teori grafik” yang antara lain di kembangkan oleh K. J. Kansky (Yeates, 1968, h 114). Dengan menerapkan teori tersebut, kita akan dapat mengukur sampai jauh manakah jaringan konektivitas atau jaringan jalan di sesuatu kawasan yang di selanjutnya juga dapat terungkapkan bagaimana sifat konektivitas atau jaringan jalan setempat. Untuk mengukur jaringan konektivitas itu digunakan rumus “Indeks    .


Indeks     di atas mengungkapkan bentuk angka rasio antara jumlah bingkai (edge) atau rute jalan (e) dengan jumlah titik atau simpul-simpul (vertex) atau tempat (v) yang dihubungkan oleh rute  jalan tadi. Dengan demikian, kita akan dapat mengetahui sifat sistem konektivitas atau jaringan jalan di kawasan jalan yang kita ukur indeks   nya. Untuk lebih jelasnya mari kita memperhatikan contoh-contoh jaringan jalan atau konektivitas pada kawasan-kawasan tertentu.

Analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitik beratkan pada tiga unsur jarak (distance), kaitan (interaction) dan gerakan (movement), tujuan dari analisis keruangan adalah untuk mengukur apakah kondisi yang ada sesuai sesuai dengan struktur keruangan, dan menganalisa interaksi antar unit keruangan yaitu hubungan antara ekonomi dan interaksi keruangan, aksesibilitas antara pusat dan perhentian suatu wilayah, dan hambatan interaksi, hal ini didasarkan oleh adanya tempat-tempat (kota) yang menjadi pusat kegiatan bagi tempat-tempat lain, serta adanya hubungan diantara tempat-tempat tersebut.
Untuk menganalisis dan memecahkan masalah interaksi keruangan seperti menganalisis penggunaan lahan antara pusat kota dengan perumahan penduduk, perbedaan nilai lahan antara kota besar dengan kota kecil, analisis terhadap perpindahan populasi, corak migrasi, pola perjalanan bisnis (commercial travel) serta pertukaran informasi dan barang, semua itu dapat dianalisis dengan mempergunakan Model Gravitasi, karena daerah dianggap sebagai massa dan hubungan antar daerah dipersamakan dengan hubungan antar massa yang dirumuskan sebagai berikut : Ada tiga hal yang fundamental dalam memodifikasi model gravitasi ini yaitu : Elemen jarak, disesuaikan dengan suatu eksponen untuk mengidentifikasi apakah impact dari jarak tersebut proposional atau tidak, sebagai contoh, biaya permil dari bepergian mungkin turun dalam jarak dalam perjalanan udara, hingga dalam kasus ini jarak tidak lagi proporsional secara langsung terhadap mil yang ditempuh dalam perjalanan udara. Ini yang dikenal dengan istilah distance decay atau friction of distance, dimana variabel jarak akan tergantung pada arus yang akan diuji.
Argumen yang sama dapat dibuat untuk memasukkan eksponen kepada populasi atau variabel (pi dan pj), tujuan dari eksponen ini mengijinkan untuk situasi bagi variabel lain di luar variabel populasi yang memberikan effect dan attractiveness kepada interaksi. Sebagai contoh, jika kita menguji pergerakan arus dari pengeluaran belanja antara dua pusat, kita akan memperkirakan arus dari pengeluaran dihubungkan tidak hanya kepada populasi antara dua pusat tetapi juga rata-rata level pendapatan dari setiap unit pusat yang diukur.
Ekspektasinya, pusat dengan pendapatan yang lebih besar memiliki perputaran pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan pusat dengan income lebih rendah. Dalam kasus ini, modifikasi dilakukan terhadap pi dan pj dengan menambahkan eksponen γ dan α (piy dan pjα) eksponen negatif mengidentifikasikan bahwa populasi naik, interaksi turun, sebagai hal yang tidak biasa dalam dunia nyata, sebaliknya, eksponen yang positif mengindikasikan populasi naik, interaksi naik. Eksponen yang lebih tinggi, memberi efek yang lebih besar terhadap ukuran populasi dalam interaksi. Modifikasi yang ketiga adalah memasukkan skala parameter atau konstanta (k), untuk membuat formula keseluruhan karakteristik angka proporsional dari fenomena yang dimodelkan menjadi dijβ transisi model gravitasi. Model gravitasi memberi gambaran pola perjalanan di daerah tertentu pada saat tertentu. Oleh karena itu tidak dapat dipastikan bahwa model yang sama dengan parameter yang sama, dapat diterapkan bagi daerah lain atau pada saat lain, misalnya untuk peramalan.
Suatu wilayah tertentu bergantung pada wilayah lain, demikian juga wilayah lain memiliki ketergantungan pada wilayah tertentu. Diantara wilayah-wilayah tersebut, terdapat wilayah-wilayah tertentu yang memiliki kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk pada radius tertentu akan mendatangi wilayah tersebut untuk memperoleh kebutuhan yang diperlukan. Morlok (1988) mengemukakan bahwa akibat adanya perbedaan tingkat pemilikan sumberdaya dan keterbatasan kemampuan wilayah dalam mendukung kebutuhan penduduk suatu wilayah menyebabkan terjadinya pertukaran barang, orang, dan jasa antar wilayah. Dalam menyelenggarakan kehidupannya, manusia mempergunakan ruang tempat tinggal yang disebut permukiman yang terbentuk dari unsur-unsur working, opportunities, circulation, housing, recreation, and other living facilities (Hadi Sabari Yunus, 1987). Unsur circulation adalah jaringan transportasi dan komunikasi yang ada dalam permukiman. Sistem transportasi dan komunikasi meliputi sistem internal dan eksternal. Perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain selalu melalui jalur-jalur tertentu. Tempat asal dan tempat tujuan dihubungkan satu sama lain dengan suatu jaringan dalam ruang. Jaringan tersebut dapat berupa jaringan jalan, yang merupakan bagian dari sistem transportasi. Transportasi merupakan hal yang penting dalam suatu sistem, karena tanpa transportasi perhubungan antara satu tempat dengan tempat lain tidak terwujud secara baik (Bintarto, 1982). Hurst (1974) mengemukakan bahwa interaksi antar wilayah tercermin pada keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang, barang, maupun jasa. Transportasi merupakan tolak ukur dalam interaksi keruangan antar wilayah dan sangat penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan suatu wilayah.
Wilayah dengan kondisi geografis yang beragam memerlukan keterpaduan antar jenis transportasi dalam melayani kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya, sistem transportasi dikembangkan untuk menghubungkan dua lokasi guna lahan yang mungkin berbeda. Transportasi digunakan untuk memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih meningkat. Kebutuhan akan pergerakan merupakan kebutuhan turunan. Pergerakan terjadi karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Pergerakan tidak akan terjadi seandainya semua kebutuhan tersebut menyatu dengan permukiman. Namun pada kenyataannya semua kebutuhan manusia tidak tersedia di satu tempat. Atau dengan kata lain lokasi kegiatan tersebar secara heterogen di dalam ruang. Dengan demikian perlu adanya pergerakan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan. Dalam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, penduduk mempunyai dua pilihan yaitu bergerak dengan modal transportasi dan tanpa modal transpotasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa modal tranportasi biasanya berjarak pendek, sedangkan pergerakan dengan modal transportasi berjarak sedang atau jauh. Aktifitas penduduk yang meningkat perlu dijadikan perhatian dalam merumuskan kebijakan di bidang keruangan dan transportasi karena manusia senantiasa memerlukan transportasi, dan hal ini merupakan ketergantungan sumberdaya antar tempat. Ullman mengungkapkan ada beberapa syarat untuk terjadinya interaksi keruangan, yaitu:
1.                 Complementarity atau ketergantungan karena adanya perbedaan demand dan supply antar daerah.
2.                 Intervening opportunity atau tingkat peluang atau daya tarik untuk dipilih menjadi daerah tujuan perjalanan.
3.                 Transferability atau tingkat peluang untuk diangkut atau dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain yang dipengaruhi oleh jarak yang dicerminkan dengan ukuran waktu dan atau biaya
4.                 Aksesibilitas. Salah satu hal yang penting tentang transportasi dengan perkembangan wilayah adalah aksesibilitas. Yang dimaksud aksesibilitas adalah kemampuan atau keadaan suatu wilayah, region, ruang untuk dapat diakses oleh pihak luar baik secara langsung atau tidak langsung.

2.2         PENDEKATAN
Pada sistem yang berfungsi baik, seluruh komponen harus tersambung bersama. Planet Bumi yang mempunyai banyak komponen dapat dilihat sebagai sistem yang kompleks dan sangat besar. Di dalam sistem Bumi, input adalah energi yang datang dari Matahari dan juga energi yang berasal dari dalam Bumi, seperti tenaga tektonik. Output adalah perubahan konstan yang dapat dilihat di sekitar kita dalam lingkungan fisik dan manusia, seperti panas serta hujan. Sistem Bumi memang suatu sistem yang kompleks, sehingga cara terbaik untuk mempelajarinya dengan memahami setiap komponen-komponennya dengan berbagai pendekatan dalam geografi. Inilah geografi dari sudut pendekatan sistem. Pendekatan ini terus mengalami perkembangan hingga masa geografi modern. Dalam geografi modern yang dikenal dengan geografi terpadu (Integrated Geography) digunakan tiga pendekatan atau hampiran. Ketiga pendekatan tersebut, yaitu analisis keruangan, kelingkungan atau ekologi, dan kompleks wilayah.




4.         Pendekatan Keruangan
Dari namanya dapat ditangkap bahwa pendekatan ini akan menekankan pada keruangan. Pendekatan ini mendasarkan pada perbedaan lokasi dari sifat-sifat pentingnya seperti perbedaan struktur, pola, dan proses. Struktur keruangan terkait dengan elemen pembentuk ruang yang berupa kenampakan titik, garis, dan area. Sedangkan pola keruangan berkaitan dengan lokasi distribusi ketiga elemen tersebut. Proses keruangan sendiri berkenaan dengan perubahan elemen pembentuk ruang. Ahli geografi berusaha mencari faktor-faktor yang menentukan pola penyebaran serta cara mengubah pola sehingga dicapai penyebaran yang lebih baik, efisien, dan wajar. Analisis suatu masalah menggunakan pendekatan ini dapat dilakukan dengan pertanyaan 5W 1H seperti berikut ini.
a.         Pertanyaan What (apa), untuk mengetahui jenis fenomena alam yang terjadi.
b.        Pertanyaan When (kapan), untuk mengetahui waktu terjadinya fenomena alam.
c.         Pertanyaan Where (di mana), untuk mengetahui tempat fenomena alam berlangsung.
d.        Pertanyaan Why (mengapa), untuk mengetahui penyebab terjadinya fenomena alam.
e.         Pertanyaan Who (siapa), untuk mengetahui subjek atau pelaku yang menyebabkan terjadinya fenomena alam.
f.         Pertanyaan How (bagaimana), untuk mengetahui proses terjadinya fenomena alam.

5.         Pendekatan Kelingkungan atau Ekologi
Pendekatan ini tidak hanya mendasarkan pada interaksi organisme dengan lingkungan, tetapi juga dikaitkan dengan fenomena yang ada dan juga perilaku manusia. Karena pada dasarnya lingkungan geografi mempunyai dua sisi, yaitu perilaku dan fenomena lingkungan. Sisi perilaku mencakup dua aspek, yaitu pengembangan gagasan dan kesadaran lingkungan. Interelasi keduanya inilah yang menjadi ciri khas pendekatan ini. Menggunakan keenam pertanyaan geografi, analisis dengan pendekatan ini masih bisa dilakukan. Contoh analisis mengenai terjadinya banjir di Jakarta berikut akan menemukan perbedaannya dengan pendekatan keruangan. Untuk mempelajari banjir dengan pendekatan kelingkungan dapat diawali dengan tindakan sebagai berikut.
a.         Identifikasi kondisi fisik yang mendorong terjadinya bencana ini, seperti jenis tanah, topografi, dan vegetasi di lokasi itu.
b.        Identifikasi sikap dan perilaku masyarakat dalam mengelola alam di lokasi tersebut.
c.         Identifikasi budi daya yang ada kaitannya dengan alih fungsi lahan.
d.        Menganalisis hubungan antara budi daya dan dampak yang ditimbulkannya hingga menyebabkan banjir.
e.         Menggunakan hasil analisis ini mencoba menemukan alternatif pemecahan masalah ini.

6.         Analisis Kompleks Wilayah
Analisis ini mendasarkan pada kombinasi antara analisis keruangan dan analisis ekologi. Analisis ini menekankan pengertian ”areal differentiation” yaitu adanya perbedaan karakteristik tiap-tiap wilayah. Perbedaan ini mendorong suatu wilayah dapat berinteraksi dengan wilayah lain. Perkembangan wilayah yang saling berinteraksi terjadi karena terdapat permintaan dan penawaran.
Contoh analisis kompleks wilayah diterapkan dalam perancangan kawasan permukiman. Langkah awal, dilakukan identifikasi wilayah potensial di luar Jawa yang memenuhi persyaratan minimum, seperti kesuburan tanah dan tingkat kemiringan lereng. Langkah kedua, identifikasi aksesibilitas wilayah. Dari hasil identifikasi ini dirumuskan rancangan untuk jangka panjang dan jangka pendek untuk pengembangan kawasan tersebut.



2.3         JALAN SEBAGAI TUNTUTAN DASAR PEMBANGUNAN
Bagi Nusantara kita ini, pembangunan jalan raya (darat), pelayaran (sungai, laut) dan penerbangan (udara), bukan hanya sekedar usaha alternatif, melainkan lebih jauh daripada itu merupakan tuntutan kebutuhan wajar yang saling melengkapi. Pemindahan barang dan manusia, dan bahkan juga lalu-lintas berita dari kota ke desa dan sebaliknya, dari suatu daerah ke daerah lain, dari suatu pulau ke pulau lainnya, memerlukan adanya prasarana dan sarana yang sesuai. Disinilah kedudukan dan peranan alat transportasi serta komunikasi dengan peranannya. Dengan alat tadi, dapat diterobos dan ditembus apapun yang menghambat kemajuan dan pembangunan.
Jaringan Jalan
Satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri atas sistem jaringan primer dan sistem jaringan. Jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarkis. Sedang sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.

Sistem jaringan jalan primer

Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

Sistem jaringan jalan sekunder

Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

1.      Sistem Jaringan Jalan berdasarkan Konsepsi Pengaturan

Secara legal formal UU No. 13 tahun 1980, masih berlaku, tetapi dengan keluarnya UU No. 22 tahun 1999 dan PP No. 25 tahun 2000, mestinya perlu dilakukan penyesuaian terhadap Undang Undang tentang jalan tersebut, khususnya penyesuaian dengan kondisi Otonomi Daerah dan Reformasi. Saat sekarang di tingkat pusat sedang dirancang penyesuaian Undang Undang baru tersebut, yang masih berupa konsepsi. Tetapi secara sistem tidak mengalami banyak perubahan, UU No.13 Tahun 1980 dengan rencana sekarang, yang berubah adalah dari segi kewenangan.
Dalam penyusunan konsepsi itu mengikuti 4 asas, yakni asas Keamanan & Keselamatan, asas Manfaat, asas Effisiensi & effektifitas dan asas Keserasian, Keselarasan & Kesimbangan

Berdasarkan Lingkup Pengaturan, jalan dikelompokan menurut Peruntukan, Sistem, Fungsi,status dan kelas:
1.    Berdasarkan Peruntukan, jalan dikelompokan sebagai:
  • Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, termasuk dalam kelompok ini adalah jalan bebas hambatan dan jalan tol.
  • Jalan Khusus adalah jalan yang tidak diperuntukan untuk lalu lintas umum. Termasuk dalam kelompok ini adalah jalan kehutanan, jalan pertambangan, jalan inspeksi pengairan, minyak & gas, jalan yang dimaksud untuk pertahanan & keamanan dan jalan komplek.

2.    Berdasarkan Sistem, jaringan jalan dikelompokan sebagai Sistem Jaringan Jalan,yaitu:
  • Jaringan Jalan Primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah, yang menghubungkan simpul jasa distribusi yang berwujud kota. Jaringan tersebut menghubungkan dalam satu satuan wilayah pengembangan, yang menghubungkan secara menerus kota, yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal, (PKL).
  • Jaringan Jalan Sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peran pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan, yang menghubungkan antar dan dalam pusat-pusat kegiatan di dalam kawasan perkotaan.

3.    Berdasarkan Fungsi, dalam sistem jaringan jalan primer maupun sekunder, tiap ruas mempunyai fungsi masing-masing, yakni:
  • Jalan Arteri, adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, jumlah jalan masuk dibatasi. Berdasarkan tingkat pengendalian jalan masuk, maka jalan Arteri bisa dibedakan menjadi Jalan Bebas Hambatan (Freeway), Jalan Expressway dan Jalan Raya (Highway). Dalam Jalan Bebas Hambatan, semua jalan akses secara penuh dikendalikan dan tanpa adanya persimpangan sebidang. Jalan Expressway, pengendalian jalan masuk secara parsial dan boleh adanya persimpangan sebidang, secara terbatas. Sedang Jalan Raya, pengendalian secara parsial dan boleh adanya persimpangan sebidang.
  • Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata sedang dan jalan masuk dibatasi.
  • Jalan Lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan lokal dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rendah dan jumlah jalan masuk, tidak dibatasi.
  • Jalan Lingkungan, jalan yang melayani angkutan lingkungan, dengan ciri perjalanan jarak dekat dan dengan kecepatan rendah.

4.    Pengelompokan Jalan berdasarkan Status, terdiri dari :
  • Jalan Nasional adalah jalan umum yang menghubungkan antar ibukota provinsi, negara atau jalan yang bersifat strategis nasional. Sebagai penanggung jawab, pengaturan, pembinaan dan pengawasan jalan ini adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab yang berkaitan dengan pembangunan.
  • Jalan Provinsi, adalah jalan umum yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota, atau antar kota, atau antar ibukota kabupaten, atau antar ibukota kabupaten dengan kota atau jalan yang bersifat strategis regional. Penanggung jawab penyelenggaraan adalah pemerintah provinsi.
  • Jalan Kabupaten, adalah jalan umum yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal atau antar pusat kegiatan lokal dan jalan strategis lokal di daerah kabupaten, serta jaringan jalan sekunder di daerah kabupaten. Penanggung jawab adalah pemerintah kabupaten.
  • Jalan Kota, adalah jalan umum dalam sistem sekunder yang menghubungkan antar pusat kegiatan lokal dalam kota, menghubungkan pusat kegiatan lokal dengan persil, menghubungkan antar persil, menghubungkan antar pusat pemikiman. Tanggung jawab dalam penyelenggaraan ada pada pemerintah kota.
  • Jalan Desa, adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan di dalam desa dan antar permukiman. Sebagai penanggung jawab penyelenggaraan ada pada pemerintah kabupaten dan desa.
















BAB IV
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan diatas, dapat diketahui bahwa perhubungan dan transportasi yang menunjang pembangunan di Indonesia dapat dikatakan masih belum memadai. Jaringan jalan raya terutama diluar pulau jawa, masih jauh dari pada memadai untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan dan untuk  menyebarkan hasil-hasilnya.
 Jaringan jalan baik di darat, perairan dan di udara masih sangat minim. Dengan keadaan jalan atau perhubungan dan sarana angkutan yang demikian itu, bagaimanakah kelancaran pebangunan, pemerataan hasil pembangunan dan roda perekonomian mampu berjalan dengan wajar. Itulah persoalan yang mendasar yang menjadi pendukung utama dalam pembangunan dan kehidupan ekonomi. Terbatasnya jalan dan alat perhubungan terutama yang menjangkau daerah-daerah pedalaman Nusantara yang luas ini, menghambat proses interaksi dan difusi yang membawa kemajuan serta pembangunan sosial (non fisik).

Saran















DAFTAR PUSTAKA

Bahan Ajar Geografi Pembangunan. Padang: FIS UNP

id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis

http://www.dardela.com/index.php?option=com_content&task=view&id=49&Itemid=9

pdfsearchpro.com/pdf/analisis-keruangan-dalam-berbagai-aspek.html


Sumaatmadja, Nursid. 1988. Geografi Pembangunan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Jakarta.